Selasa, 03 Januari 2012

Gerbangsalam di Pamekasan

SHARIAT ISLAM DALAM PERDA-PERDA SHARIAH
(KASUS DI PAMEKASAN JAWA TIMUR)

A.    Pendahuluan
Seiring perkembangan berbangsa dan bernegara, ekspresi dan aktualisasi hubungan agama dan negara di Indonesia muncul sangat variatif dan beraneka ragam. Pada masa reformasi, banyak bermunculan aspirasi dan tuntutan sebagian kelompok umat Islam untuk mewacanakan kembali pentingnya penerapan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[1] Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa partai Islam yang memiliki platform untuk menjadikan hukum (syariat) Islam berlaku dalam kehidupan di Indonesia.
Selain melalui instrumen partai politik, wacana penerapan Syariat Islam juga muncul di daerah-daerah sebagai salah satu ekses dari otonomi daerah, terutama dengan diundangkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU No.34 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang kemudian memberi peluang besar bagi daerah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pengelolaan daerah. Termasuk daerah-daerah yang mempunyai concern besar terhadap upaya penerapan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat di daerahnya masing-masing
Beberapa daerah yang kemudian berupaya untuk melakukan penerapan syariat Islam antara lain: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kabupaten Cianjur, Banten, dan termasuk juga Kabupaten Pamekasan. Kabupaten Pamekasan ini kemudian secara resmi pada tanggal 4 November 2002 mendeklarasikan satu upaya bersama menuju Syariat Islam yang dikemas dalam Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (GERBANGSALAM) dengan berbagai varian gerakan, misalnya melalui instrumen Peraturan Daerah (PERDA), Surat Edaran Bupati, himbauan-himbauan, dan berbagai macam instrumen lainnya.
Dalam sebuah literatur normatif karya Rahmat Roshadi dan Rais Ahmad, dipaparkan bahwa lahirnya PERDA Syariat Islam di Pamekasan merupakan salah satu dimensi pemberdayaan potensi keislaman masyarakat Pamekasan yang di ejawantahkan melalui hasil elaborasi pemerintah dengan masyarakat dalam sebuah PERDA. Modal tersebut cukup menjadi peluang untuk menciptakan kebersamaan dalam memberlakukan syariat Islam di daerah ini, yang kemudian di awali dengan: (1) Komitmen masyarakat melalui deklarasi umat Islam Pamekasan untuk meningkatkan pengamalan syariat Islam pada 4 November 2002 (2) Iklim dan spirit otonomi yang memungkinkan setiap daerah dapat merumuskan kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakannya (3) Lahirnya paradigma baru di bidang pemerintahan, di mana rakyat selain sebagai subjek pembangunan, juga merupakan sumber informasi pembangunan.[2]
Bagaimanakah formalisasi syari’at Islam di Pamekasan dan bagaimana respon masyarakat Pamekasan terhadap diberlakukannya syari’at Islam di Pamekasan, maka dalam makalah ini akan berusaha menjelaskannya.


MAKALAH SELENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI:
Email: doyoxarifin@gmail.com
HP: 081357727997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar